Senin, 19 Oktober 2009

UPAYA SUKU DAMAL UNTUK MENGHADIRKAN KABUPATEN PUNCAK PAPUA DI ILAGA


Perjuanagan suku Damal untuk mendatangkan kabupaten baru di Puncak Papua dimulai pada tahun 2001, aspirasi orang Damal untuk calon bupati Puncak Jaya tidak jadi, maka masyarakat Damal berkumpul di Jayapura dan membahas jalan keluar apa yang harus sikap masyarakat Damal. Hal ini harus terjadi karena dalam tahun yang sama otonomi khusus bagi Papua juga lahir, dalam keadaan seperti ini masyarakat Papua merasa yang menjadi Gubernur, Bupati, Walikota itu mutlak hak sepenuhnya orang Papua asli. Sementara pilihan bupati Puncak Jaya dimenangkan oleh Drs, Eliezer Renmaur dari Ambon, waktu itu Gubernur di jabat oleh JP. Salosa.

Masyarakat Damal menolak keras atas terpilihnya Bupati Puncak Jaya bukan asli orang Papua, dengan pertimbangan bahwa UU otonomi khusus bagi Papua baru keluar masih harus merampas hak orang Papua pada umumnya dan masyarakat Dani Damal pada khususnya.
Masyarakat Damal berkumpul dan bakar batu besar di Jayapura dan mengambil komitmen bahwa kami harus berjuangan satu kabupaten baru untuk daerah Puncak yang terdiri dari 8 disrtik yaitu: Distrik Sinak, Distrik Pogoma, Distrik Doufo, Distrik Agandugume, Distrik Gome, Distrik Ilaga, Distrik Wangbe dan Distrik Beoga. Harus menjadi kabupaten baru yang akan memberi kami harapan-harapan dan memperhitungkan hak hidup kami dan anak-anak kami dari dunia sekarang dan dunia yang akan terus berjalan.

Segala upaya dilakukan ditingkat pemerintah propinsi, DPRP proponsi, Pemerintah kabupaten induk dan DPRD kabupaten Puncak Jaya dari tahun 2001 sampai tahun 2004 barulah secara resmi DPRD kabupaten Puncak Jaya disahkan dalam sidang DPRD. Waktu itu mulai memperkuat lagi dengan tim pemekaran yang langsung diketuai oleh Bapak Lukas Enembe, SIP, selaku wakil Bupati menjadi ketua tim untuk proses pemekaran baru dari kabupaten ke Propinsi dan juga ke pusat.

Dengan segala upaya dilakukan, tengan, waktu, pengetahuan, uang, kemampuan, keringat, lapar dan haus, tinggal di Jakarta selama 4 sampai 6 bulan meninggalkan keluarga di Papua, terus melewatinya sampai memasuki tahun 2007 bulan Desember yang merupakan bulan terakhir memasuki tahun 2008, barula tepatnya pada tanggal 6 Desember 2007 sidang paripurna DPR RI Jakarta sahkan menjadi satu UU, pemekaran baru Kabupaten Puncak Papua dengan Ibu kota di Ilaga.

Dengan kasih Allah yang besar bagi masyarakat Damal, Delem, Wanno, Nduga, Dani, moni terjawab pada tanggal 21 julli 2008 yaitu, tepatnya di Wamena dilantik ke lima bupati diantaranya Bapak Simon Alom,S.Sos yang merupakan pemimpin orang Damal yang berjuang keras tadi. Inilah usaha orang Damal untuk mewujudkan impian mereka.
GARIS KETURUNAN SUKU DAMAL

Garis keturunan atau silsila sangat berpengaruh dalam sistem perkawinan dan masalah perkwinan sangat menentukan pola dan organisasi sosial dan keagamaan masyarakat. Perkawinan campuran sangat menghambat mereka. Kehidupan keluarga juga tidak mengalami kebahagiaan, sehingga ketika berbicara masalah ini kita kembali ke masalah hakiki, yang terkait dangan pemahaman diri, yang juga terkait dengan ‘ masalah nama Damal’.
Secara sosial, suku bangsa Damal terbagi-bagi kedalam marga yang memiliki marga-marga masing-masing yang berbeda. Secara umum suku bangsa Damal tergolong ke dalam dua marga yaitu:
Pertama marga yang disebut garis keturunan “MOM” yang tidak bisa kawin mawin dengan sesama marga Mom. Maga Mom tediri dari beberapa marga yaitu: Murib, Tinal, Karaginal, Ginal, Natkime, Piligame, Kelabetme, Wandik, Solme, Tsunme, Jawame, Pinimet, Kelananggame, Weya, Elas, Elatotagam, Magal, Kum, Senawatme, Imisim, Jolemal, Tenamum, Kulla, Kora,Numang, Mayau, Manga, Hagawal.

Kedua, “MAGAI” terdiri dari beberapa suku yaitu: Omabak, Wandagau, Imingkawak, Kiwak, Komangal, Uamang, Dang, Wamang, Bainal, Beanal, Anggaibak, Katagame, Kwalik, Tuguwal, Tenbak, Timang, Kelangin, Jamang, Bugaleng, Janampa, Keweng, Ogamjomal, Onawame, Wandikbo, Buliwal, Newegalem, Begal, Mamungkang, Dewelek, Togolnom, Niwilingame, Egatmang, Pugutme, Dolame, Jawugat, Ogolmagai.

Menurut sejarah nenek moyang suku Damal, marga garis keturunan Mom tidak diperbolehkan untuk kawin dengan Mom. Begitu juga garis keturunan Magai tidak diperbolehkan untuk kawin dengan Magai. Untuk kawin mengawin hanya bisah diperbolehkan antara marga Magai dengan marga Mom. Apabila perempuan marga Mom kawin dengan marga Magai, maka maka anak-anak mereka tidak boleh kawin dengan keturunan orang tua perempuan karena mereka adalah paman atau om.

Jumat, 14 Agustus 2009

HAI DI BEOGA




Beoga is my holly land artinya Beoga adalah tanah perjanjian, karena sebelum agama masuk di pedalaman beoga, orang Damal sudah mengenal ''Hai'' yaitu kehidupan yang bahagia di akhirat, dengan adanya kata Hai, maka mereka selalu mengajarkan kepada anak-anak mereka bahwa'' ''Emogol kawi amak-o oni ma neweagan nitere nahingam emogol kawi ara hin bemayo henonggo iuak jom-tom deyolitomo hagan nenan kal tagayotere'' artinya ada daun mera yang terbang dari daerah hilir menuju ke hulu, jadi dia akan kembali hilir untuk membawa kita ke Haiyogon(surga).

Hal ini merupakan suatu penglihatan oleh nenek moyang orang Damal, dengan adanya penglihatan tersebut, maka mereka secara turun-temurun mengajarkan Hai kepada setiap orang Damal agar mereka semua selamat dari kehidupan yang gelap.
Nilai-nilai yang di ajarkan dalam konteks Hai adalah jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan menginginkan harta sesama, dan saling mengasihi satu sama yang lain. Secara tidak sadar orang Damal menjalani 10 perintah Tuhan.
Anak-anak Damal mereka mengayati dan menjalani hai karena, mereka tahu bahwa nenek moyang mereka berjanji bahwa suati saat Hai akan datang dan kita semua akan di bawa ke Haiyogon (surga). Untuk masuk di Haiyogon orang Damal selau berupaya untuk menunjukan bahwa perjalanan mereka baik dan dijalani sesui dengan nilai-nilai Hai yang diajarkan oleh nenek moyang mereka. Orang Damal selalu yakin untuk masuk ke tanah perjanjian yaitu Haiyogon.